VIRAL24.CO.ID – MEDAN – Pentingnya data dan informasi yang akurat menjadi hal yang utama, khususnya dalam rangka melakukan penyusunan program kerja, langkah tindak lanjut hingga tahap evaluasi untuk perbaikan.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Sumatera Utara (Sumut) Nawal Lubis saat membuka kegiatan Penyediaan Data Gender dan Anak Dalam Bentuk Pelatihan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) tingkat Provinsi yang gelar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumut, di Hotel Le Polonia, Jalan Sudirman, Medan, Jumat (27/5).
Dalam sambutannya, Nawal mengingatkan bahwa saat ini merupakan era transparansi, dimana data dan informasi sudah seharusnya mudah dan cepat seiring perkembangan teknologi. Namun dengan kondisi tersebut, tanpa ada akurasi yang dijaga oleh instansi pemerintah, bukan tidak mungkin dapat menimbulkan dampak yang kurang baik, misalnya seperti berita bohong dan sebagainya.
“Kasus kekerasan terhadap perempuan anak sudah banyak muncul di media massa. Namun pelaporan dan pencatatan belum dapat menggambarkan kondisi tingkat kekerasan tersebut secara utuh,” sebut Nawal Lubis, didampingi Kadis PPPA Sumut Nurlela.
Kurang akuratnya data dan informasi lanjutnya, dapat menyulitkan dalam pengambilan keputusan. Sehingga diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang terstandarisasi di seluruh wilayah Indonesia melalui Simfoni-PPA yang terus dikembangkan oleh Kementerian PPPA RI.
Sejalan dengan itu, kata Ketua TP-PKK Sumut, selain melakukan pencatatan dan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan anak, Pemerintah Provinsi melalui Dinas PPPA juga terus membimbing dan mengadvokasi pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan pasitas sumber daya manusia (SDM) pengelola data.
“Berdasarkan data dari aplikasi Simfoni-PPA pada 2021, jumlah kasus kekerasan di Sumut sebanyak 1.351 kasus dengan jumlah korban 1.495 orang, terdiri dari 329 orang anak laki-laki, 708 orang anak perempuan dan 458 orang perempuan dewasa,” sebut Nawal.
Angka ini lebih tinggi dari tahun 2020 dengan jumlah 1.048 kasus, atau meningkat 303 kasus (28,9%). Begitu juga dengan korban, meningkat sebanyak 305 orang atau 25,6%.
“Namun angka tersebut belum menggambarkan keseluruhan kasus. Karena hasil monitoring dan evaluasi, masih ada kabupaten/kota yang belum optimal menginput data melalui aplikasi Simfoni-PPA, bahkan ada yang belum sama sekali,” jelas Nawal.
Karena itu data tersebut penting untuk bisa dimanfaatkan oleh seluruh unit layanan serta bahan advokasi kepada instansi terkait berdasarkan bukti nyata. Data yang telah diolah, dianalisis dan disajikan dalam bentuk profil perempuan anak korban kekerasan, dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi maupun dasar penyusunan kebijakan atau program kegiatan setiap kabupaten/kota. (RT)