Oleh:Irwansyah Nasution
Jika kita ikuti polemik kepengurusan Karang Taruna Sumatera Utara cukup menarik untuk di perbincangkan dalam sudut pandang kewenangan gubernur sebagai penanggung jawab sosial politik organisasi kemasyarakatan dalam binaannya.
Adanya surat penetapan pergantian ketua dan sekretaris yang lama berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumut nomor: 188.44/969/KPTS/2022 tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur nomor 188.44/134/KPTS/2019 tanggal 18 Maret 2019 tentang pengurus Karang Taruna Sumut 2018-2023 tidak saja menjadi polemik hubungan kerja dan peran utama gubernur sebagai penanggung jawab sosial politik di daerah lebih dari itu bagaimana sudut pandang latar belakang keputusan penting Gubernur Sumut terhadap Karang Taruna akankah berujung gugatan ke peradilan TUN seperti yang diisyaratkan Karang Taruna Pusat dalam keterangannya ?
Surat keputusan tersebut tentulah dikeluarkan gubernur Edy mempunyai alur cerita yang berbeda dengan pegangan keterangan konpers yang disampaikan oleh pimpinan Karang Taruna pusat dalam hal menyikapi polemik penetapan itu.
Pertama Gubernur selaku pembina Karang Taruna Sumut pasti punya alasan mengapa langkah tersebut diambil mungkin saja pengurus Karang Taruna Pusat tidak mendapat info yang cukup tentang hubungan kerja antara pemerintahan Sumut dengan pengurus Karang Taruna Sumut secara lengkap dan berimbang, apalagi dibaca keputusan gubernur itu sebagai langkah menentang wibawa kepemimpinan organisasi pusat tentu persoalannya tidak sesederhana itu.
Yang perlu dipahami bahwa posisi gubernur dalam organisasi kemasyarakatan di daerah memiliki kepentingan besar dan tanggung jawab politik yang besar pula jika dilihat dari sudut kebijakan anggaran pemerintah Sumut pada organisasi Karang Taruna Sumut sebagai organisasi binaan,,apalagi jika dibaca bahwa gubernur sebagai pembina utama sosial politik didaerah .
Sesuatu yang menggelikan bila surat keputusan gubernur itu tidak dibaca dengan lengkap tentang hal ini oleh pengurus Karang Taruna Pusat untuk membedah dan memahami seluk beluk kebutuhan pemerintah daerah yang mereka titipkan organisasinya pada pemerintah setempat
Sama halnya orang tua murid menitipkan anaknya disekolah kepada guru agar diasuh dan dibina dengan baik jika nakal dan bandal melanggar peraturan dan aturan sekolah tentu guru ataupun kepala sekolah bisa memberikan sangsi yang ringan atau yang berat sekalipun , ini yang disebut konsekuensi sosial politik dalam urusan kebijakan di pemerintahan sekalipun urusan bisa diperdebatkan namun tidak merubah keputusan karena ini masih dalam ranah politik kebijakan Gubernur Sumut yang merupakan hak yang melekat Jabatan yang di berikan undang-undang tentang pemerintahan daerah.
Langkah gubernur Edy tentulah dilatar belakangi pertimbangan matang karena Ia merupakan pejabat yang berpengalaman dalam mengelola sosial politik kebijakan pemerintahan ,jika pengurus Karang Taruna Pusat tidak puas dengan kebijakan Gubernur bahkan.melakukan perlawanan berujung gugatan ke peradilan sama artinya mengambil langkan ” bunuh diri ” dalam kebutuhan pengembangan berorganisasi karena dalam politik kebijakan tidak dikenal langkah hitam putih karena politik kebijakan akan berujung kompromi jika disadari sejak dini oleh pengurus pusat.
Jika ditilik dari pembentukan organisasi Karang Taruna Setiap daerah pada umumnya organisasi ini bentukan pemerintah yang bersifat kebutuhan dan kerjasama dalam bidang perdayaan artinya lebih mandiri ditingkat daerah bersama pemerintah setempat.
Karang Taruna bukan Ormas yang tunduk pada struktur organisasi Pusat secara berjenjang. Dalam melaksanakan programnya Karang Taruna ini berada dalam pembinaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah.
Karang Taruna dasar hukumnya Permensos dan di daerah Perda atau Pergub,bukan AD/ART. Peran Gubernur sebagai Penbina Umum berwenang untuk memlilih dan mengesahkan kepengurusan KT dan pengukuhannya oleh gubernur. Anggarannya juga didukung oleh APBD. Jadi alangkah janggalnya bila DPP mau menggugat bahkan membatalkan SK Gubsu.
Gubsu Edy Rahmayadi sepertinya tidak ingin Karang Taruna dibawa oleh kepentingan politik. Karang Taruna bukan mengurusi politik, tetapi membuat program yang berhubungan dengan pemberdayaan sosial. Dari peran gubernur tersebut maka wajib bagi pengurus KT berkoordinasi dan menjadikan Gubernur sebagai Pembina dan Bapak Asuh Karang Taruna. Semua orogram KT harus diketahui oleh pembina.
Gubsu Edy Rahmayadi juga konsisten dalam menegakkan aturan. Permensos 25 tahun 2019 jelas dinyatakan syarat usia pengurus KT tidak boleh lebih 45 tahun. Jika saat dipilih belum berusia 45 tahun dan dalan perjalanan masa kepengurusan bila sudah lebih usia 45 tahun harus diganti ditunjuk Plt. Plt inilah yang segera menggelar Temu Karya untuk memilih Kepengurusan yang defenitif.
Kesimpulannya SK Gubsu sudah tepat dan sudah memenuhi peraturan perundangan yang berlaku. Sikap DPP yang menyatakan tidak sah justru tidak sesuai aturan inilah yang mestinya menjadi pertimbangan para Pengurus Karang Taruna.
Penulis pengamat sosial politik dan kebijakan publik